Pintu-pintu toleransi banyak sekali dan contoh-contohnya berbilang serta jalan-jalannya beragam hingga sulit menghitung detailnya dalam waktu singkat. Cukup bagimu sebagai dalil, bahwa toleransi mencakup Islam baik dari segi aqidah, ibadah, budi pekerti maupun pendidikan, bukanlah Islam itu agama yang lurus dan penuh toleransi !?
Berikut ini adalah sebagian contoh toleransi dalam Islam
1. Toleransi Dalam Jual Beli dan Hukum-Hukumya.
Allah Ta’ala berfirman.
وَيَا قَوْمِ أَوْفُوا الْمِكْيَالَ وَالْمِيزَانَ بِالْقِسْطِ وَلا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ
"Dan Syu’aib berkata : ‘Hai kaumku, cukupkanlah takaran dan timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka …" (Hud : 85)
Allah Yang Maha Mulia juga berfirman.
وَيْلٌ لِلْمُطَفِّفِينَ. الَّذِينَ إِذَا اكْتَالُوا عَلَى النَّاسِ يَسْتَوْفُونَ. وَإِذَا كَالُوهُمْ أَوْ وَزَنُوهُمْ يُخْسِرُونَ. أَلا يَظُنُّ أُولَئِكَ أَنَّهُمْ مَبْعُوثُونَ. لِيَوْمٍ عَظِيمٍ. يَوْمَ يَقُومُ النَّاسُ لِرَبِّ الْعَالَمِينَ
"Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa sesungguhnya mereka akan dibangkitkan pada suatu hari yang besar yaitu hari ketika manusia berdiri menghadap Tuhan semesta alam ?" (Al-Muthaffifin : 1-6)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
"Allah telah mengampuni seorang lelaki dari kalangan umat sebelum kalian dulu, dia mudah bila menjual, mudah bila membeli dan mudah bila memutuskan" (Hadits Riwayat Tirmidzi 1320, Ahmad 3/340 dari hadits Jabir Radliyallahu anhu dan dishahihkan oleh Syaikh kami (Al-Albani) dalam Shahihul Jami’ 4038)
Beliau Shallallahu’alaihi wasallam juga bersabda.
"Sesunguhnya Allah mencintai jual-beli dan keputusan yang mudah" (Hadits Riwayat Tirmidzi 1319 Al-Hakim 2/56 dengan dua jalan dari Abu Hurairah dan dishahihkan oleh Syaikh kami (Al-Albani) dalam Shahihul Jami 1884)
Lafadh "samhun" artinya "sahlun" yakni mudah, dia adalah sifat musyabbahah yang menunjukkan penetapan, oleh sebab itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengulangi keadaan jual-beli dan keputusan hukum. Hal ini menunjukkan sikap mempermudah dalam hubungan sosial dan membuang sikap kikir serta memberikan hak-hak menusia dengan segera (tidak terlambat).
Termasuk keindahan keputusan hukum adalah bahwa orang yang meminjam sesuatu lalu mengembalikannya dengan yang lebih baik atau lebih banyak dengan tanpa syarat adalah orang yang berbuat baik, dan hal ini halal bagi pihak yang meminjamkan.
وعن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رجلاً أتى النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم يتقاضاه فأغلظ له فهم به أصحابه، فقال رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم: <دعوه فإن لصاحب الحق مقالاً> ثم قال: <أعطوه سناً مثل سنه> قالوا: يا رَسُول اللَّهِ لا نجد إلا أمثل من سنه. قال: <أعطوه فإن خيركم أحسنكم قضاءً> مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwasanya ada seorang lelaki datang kepada Nabi Shallallahu’alaihi wasallam untuk menagih hutang, lalu orang itu berkeras bicara pada beliau Shallallahu’alaihi wasallam. Para sahabat bermaksud hendak membalas kekasaran orang itu, lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: "Biarkanlah ia berhak demikian, sebab seseorang yang mempunyai hak itu berhak pula mengeluarkan pembicaraan." Selanjutnya beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: "Berikanlah pada orang itu unta yang sebaya dengan unta yang dahulu dipinjam daripadanya." Para sahabat berkata: "Ya Rasulullah, kita tidak mendapatkan melainkan unta yang lebih tua dari unta yang dipinjam dulu." Beliau Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: "Berikan sajalah itu, sebab sesungguhnya yang terbaik di antara engkau semua ialah yang terbagus pula cara mengembalikan pinjamannya," (Muttafaq ‘alaih)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
"Sesungguhnya orang yang paling baik diantara kalian adalah orang yang paling bagus keputusannya" (Hadits Riwayat Bukhari 4/482-483, 5/56-58, 22-227- Al-Fath dan Muslim 11/38 – Nawawi)
2. Toleransi Dalam Hutang Dan Tagihan
Allah yang Maha Agung berfirman.
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Dan jika (orang berhutang itu) dalam kesukaran, maka beri tangguhlah sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua hutang itu) labih baik bagimu, jika kamu mengetahui" (Al-Baqarah : 280)
Sungguh peletak syari’ah (Allah) yang Maha Hikmah telah menghasung untuk memberi tangguh orang yang kesulitan hutang dan memberikan keistimewaan agung sebagaimana yang akan dijelaskan dalam pasal ‘Keutamaan Toleransi", cukuplah bagimu untuk sekedar tahu, bahwa memberi tangguh orang yang kesukaran dan mema’afkannya termasuk penghapus dosa dan sebab Allah mema’afkan kesalahan-kesalahannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
وعن أبي هريرة رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: <كان رجل يداين الناس، وكان يقول لفتاه: إذا أتيت معسراً فتجاوز عنه لعل اللَّه أن يتجاوز عنا، فلقي اللَّه فتجاوز عنه> مُتَّفَقٌ عَلَيهِ.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,"Dahulu ada seorang saudagar yang biasa menghutangi orang, bila dia melihat orang yang kesukaran (dalam membayar hutang), maka dia memerintahkan para pegawainya : "Ma’afkanlah dia mudah-mudahan Allah mema’afkan kita !" Maka Allah-pun mema’afkan dia …" (Hadits Riwayat Bukhari 4/309- Al-Fath)
Termasuk cara menagih yang bagus adalah toleran dalam menagih, menerima kekurangan sedikit yang ada padanya. Menuntutnya dengan mudah, tidak menjilat (rentenir, -pent), tidak mempersulit orang dan mema’afkan mereka mudah-mudahan Allah Subhanahu wata’ala merahmati kita.
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
وعن جابر رَضِيَ اللَّهُ عَنهُ أن رَسُول اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيهِ وَسَلَّم قال: رحم اللَّه رجلاً سمحاً إذا باع وإذا اشترى وإذا اقتضى .رَوَاهُ البُخَارِيُّ
Dari Jabir Radhiallahu’anhu bahwasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda,"Mudah-mudahan Allah merahmati lelaki yang toleran bila menjual, membeli dan menagih" (Hadits Riwayat Bukhari 4/206 -Al-Fath)
3. Toleransi Dengan Ilmu
Toleransi dengan ilmu di sini yaitu dengan cara menyebarkan ilmu dan ini termasuk pintu toleransi yang paling utama dan lebih baik daripada toleransi dengan harta, sebab ilmu lebih mulia daripada harta.
Maka seyogyanya seorang alim menyebarkan ilmu kepada setiap orang yang bertanya tentangnya bahkan mengeluarkannya secara keseluruhan, bila ia ditanya tentang suatu masalah. Maka dia memperinci jawabannya dengan perincian yang memuaskan dan menyebutkan sisi-sisi dalilnya, dia tidak cukup menjawab pertanyaan si penanya, namun dia menyebutkan contoh kasus serupa dengan kaitan-kaitannya serta faedah-faedah yang dapat memuaskan dan mencukupinya.
Para sahabat yang mulia Radliyallahu ‘anhum pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang orang yang berwudlu dengan air laut, maka beliau menjawab.
هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ
"Laut itu suci airnya lagi halal bangkainya" (Hadits Riwayat Ashabus Sunan dan Malik, lihat takhrijnya secara rinci dalam Ash-Shahihah 480)
Beliau menjawab pertanyaan mereka dan memberikan kepada mereka ketarangan tambahan yang mungkin sewaktu-waktu lebih mereka butuhkab daripada apa yang mereka pertanyakan.
4. Toleransi Dengan Kehormatan
Toleransi ini menunjukkan keselamatan hati, ketenangan jiwa dan kebersihan hati dari rasa permusuhan.Dahulu, Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu anhu memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena hubungan famili dan kefakirannya.
Tatkala Misthoh binasa bersama orang yang binasa dari kalangan ashabul ifki (pembuat berita dusta), lalu dia tenggelam bersama orang yang tenggelam menuduh As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu ‘anha berbuat mesum, maka Abu Bakar Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu bersumpah tidak akan memberi uang belanja kepada Misthoh. Ash-Shiddiq ditegur, beliaupun bershodaqoh dengan kehormatannya walau dosa Misthoh sedemikian besar.
Sungguh indah ucapan penyair. Sesungguhnya kadar dosa Misthoh dapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknya Sungguh telah terjadi apa yang terjadi Ash-Shiddiq ditegur tentang haknya (Si Misthoh) Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu anha yang memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ; beliau mengisahkan : " ….Maka Allah menurunkan (ayat) tentang kesucianku" Abu Bakr Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu pun menyatakan : Dan dia dulunya memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena kefamilian dan kefakirannya " Demi Allah ! Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit pun kepada si Misthoh selamanya setelah tuduhannya kepada Aisyah" maka Allah menurunkan (ayat). وَلا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (An-Nur : 22)
Abu Bakr mengatakan : "Ya ! Demi Allah sungguh aku suka Allah mengampuniku" beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya, dan menyatakan : "Demi Allah aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya" (Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan Muslim 17/113-Nawawi)
Sungguh indah ucapan penyair. Sesungguhnya kadar dosa Misthoh dapat meruntuhkan bintang-bintang dari ufuknya Sungguh telah terjadi apa yang terjadi Ash-Shiddiq ditegur tentang haknya (Si Misthoh) Biarlah, wahai pembaca ! Ummul Mukminin As-Sayyidah Aisyah Radliyallahu anha yang memberi tahu kita tentang kejelasan kasus ini ; beliau mengisahkan : " ….Maka Allah menurunkan (ayat) tentang kesucianku" Abu Bakr Ash-Shiddiq Radliyallahu ‘anhu pun menyatakan : Dan dia dulunya memberi uang belanja kepada Misthoh bin Utsatsah karena kefamilian dan kefakirannya " Demi Allah ! Aku tidak akan memberi uang belanja sedikit pun kepada si Misthoh selamanya setelah tuduhannya kepada Aisyah" maka Allah menurunkan (ayat). وَلا يَأْتَلِ أُولُو الْفَضْلِ مِنْكُمْ وَالسَّعَةِ أَنْ يُؤْتُوا أُولِي الْقُرْبَى وَالْمَسَاكِينَ وَالْمُهَاجِرِينَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَلْيَعْفُوا وَلْيَصْفَحُوا أَلا تُحِبُّونَ أَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ "Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan diantara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabatnya, orang-orang miskin dan orang-orang berhijrah di jalan Allah, dan hendaklah mereka mema’afkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu ? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (An-Nur : 22)
Abu Bakr mengatakan : "Ya ! Demi Allah sungguh aku suka Allah mengampuniku" beliaupun kembali membantu Misthoh seperti sebelumnya, dan menyatakan : "Demi Allah aku tidak akan mencabutnya dari dia selamanya" (Hadits Riwayat Bukhari 8/455- Fath dan Muslim 17/113-Nawawi)
5. Toleransi Dengan Kesabaran dan Menanggung Beban
Hal ini termasuk bab toleransi yang paling banyak manfaatnya, tidak ada yang mampu bersikap seperti ini kecuali orang yang berjiwa besar. Barangsiapa yang sulit bertoleransi dengan harta benda, maka dia harus memiliki kemuliaan dan kedermawanan model ini, sebab ia dapat menghasilkan buah yang akibatnya terpuji di dunia sebelum akhirat nanti.
Allah Ta’ala berfirman.
أَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
"Lemah lembut terhadap kaum mukminin" (Al-Maidah : 54)
Maksudnya, sikap mereka lembut dan lunak kepada saudara mereka kaum mukminin, namun dia tidak menghinakan dirinya.
Allah yang Maha Mulia berfirman.
وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ
"Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu dari kalangan orang-orang yang beriman" (Asy-Syu’ara : 215)
Maksudnya, hendaklah engkau bersikap lemah lembut, sebab :
فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللَّهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لانْفَضُّوا مِنْ حَوْلِكَ
"Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu …." (Ali Imran : 159)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
"Kaum mukminin adalah orang yang lemah lembut dan lunak, seperti halnya onta jinak bila diikat dia terikat, bila dituntun dia tertuntun dan bila engkau menambatkannya pada sebuah batu maka diapun tertambat" (Lihat Ash-Shahihah : 936)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan seorang mukmin seperti onta jinak yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam perkara apapun, dia menanggung beban dengan kesabaran bukan karena kebodohan dan kedunguan, namun karena sifat kemuliaan, budi pekerti yang luhur dan kedermawanan karena seorang mukmin adalah orang yang mulia sedangkan orang jahat (fajir) adalah orang yang jelek lagi penipu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diserupakan seperti di atas, kemana-pun beliau dibawa beliau ikut. Dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan : "Sungguh ada seorang budak wanita dari Madinah ‘mengambil tangan’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengajak beliau sekehendaknya" (Dikeluarkan oleh Bukhari 10/489 secara mu’allaq dan disambungkan oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan oleh Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174, 215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin Jad’an dia lemah namun dapat dijadikan penguat)
Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan: "Yang dimaksud dengan ‘mengambil tangan’ adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut dan tunduk/patuh …
Ungkapan ‘mengambil tangan’ mengisyaratkan puncak perlakuan walaupun kebutuhan budak tadi hingga di luar kota Madinah dan membutuhkan bantuan beliau niscaya beliau membantunya. Ini semua menunjukkan kelebihan sikap tawdlu’ beliau dan bersihnya beliau dari segenap kesombongan, Shallallahu ‘alaihi wa sallam" (Fathul Bari 10/490)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyerupakan seorang mukmin seperti onta jinak yang tidak pernah menolak penuntunnya dalam perkara apapun, dia menanggung beban dengan kesabaran bukan karena kebodohan dan kedunguan, namun karena sifat kemuliaan, budi pekerti yang luhur dan kedermawanan karena seorang mukmin adalah orang yang mulia sedangkan orang jahat (fajir) adalah orang yang jelek lagi penipu.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri diserupakan seperti di atas, kemana-pun beliau dibawa beliau ikut. Dari Anas bin Malik Radliyallahu ‘anhu dia menceritakan : "Sungguh ada seorang budak wanita dari Madinah ‘mengambil tangan’ Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu ia mengajak beliau sekehendaknya" (Dikeluarkan oleh Bukhari 10/489 secara mu’allaq dan disambungkan oleh Ahmad 3/98, dia memiliki jalan lain dari Anas semisalnya, dikeluarkan oleh Ibnu Majah 4177 dan Ahmad 3/174, 215, 216 padanya terdapat Ali bin Zaid bin Jad’an dia lemah namun dapat dijadikan penguat)
Al-Hafidh Ibnu Hajar Rahimahullah menjelaskan: "Yang dimaksud dengan ‘mengambil tangan’ adalah makna tersiratnya yaitu lemah lembut dan tunduk/patuh …
Ungkapan ‘mengambil tangan’ mengisyaratkan puncak perlakuan walaupun kebutuhan budak tadi hingga di luar kota Madinah dan membutuhkan bantuan beliau niscaya beliau membantunya. Ini semua menunjukkan kelebihan sikap tawdlu’ beliau dan bersihnya beliau dari segenap kesombongan, Shallallahu ‘alaihi wa sallam" (Fathul Bari 10/490)
[Disalin dari kitab Samhatul Islam Fii Kitabi wa Sunnah, Edisi Indonesia Toleransi Islam Menurut Pandangan Al-Qur'an dan As-Sunnah, oleh Syaikh Salim bin 'Ied Al-Hilali, penerbit Maktabah Salafy Press, hal. 25-31, penerjemah Abu Abdillah Muhammad Afifuddin As-Sidawi]
sumber : http://sunniy.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar