Kamis, 23 Februari 2012

Waria (Banci) dalam syariat Islam

PENGERTIAN WARIA (Al-Mukhonats )

Waria (dari wanita-pria) atau wadam (dari hawa-adam) dalam pengertian istilah umum diartikan sebagai laki-laki yang lebih suka berperan sebagai perempuan dalam kehidupannya sehari-hari. (Wikipedia)

Adapun dalam bahasa Arab, Waria dikenal dengan Al-Mukhonats (selanjutnya istilah ini yang akan kita gunakan untuk waria, wadam,bencong,banci)  dan secara Istilah Syariat, didefinisikan oleh Ibnu Hajar Al-Asqalani Rahimahullahu sebagai laki-laki yang menyerupai  wanita dalam gerakan, gaya bicara dan sebagainya. Apabila hal tersebut merupakan asli dari penciptaan dia (dari lahir. Pent) maka dia tidak bisa disalahkan dan dia diharuskan menghilangkan hal tersebut. Dan apabila hal tersebut merupakan sesuatu yang datang dari keinginannya dan dia berusaha untuk bisa seperti itu maka hal tersebut merupakan sesuatu yang tercela dan dengan itu ditetapkanlah nama Al-Mukhonats (Waria) untuknya baik dia melakukan perbuatan kotor (Homoseksual) ataupun tidak. (Fathul Bari’, 9/334 Secara makna)

Al-Imam An-Nawawi Rahimahullahu mengatakan : ” Ulama mengatakan : Al-Mukhonats ada dua jenis, Jenis pertama adalah yang golongan yang diciptakan dalam keaadaan seperti itu, dan dia tidak memberat-beratkan dirinya ( baca . berusaha) untuk berakhlaq dengan akhlaq wanita, berhias, bicara dan bergerak seperti gerakan wanita. Bahkan hal tersebut merupakan kodrat yang Allah ciptakan atasnya, maka yang seperti ini tidak ada ejekan,  celaan, dosa dan hukuman baginya karena sesungguhnya dia diberi udzur karena dia tidak membuat-buat hal tersebut. Jenis kedua dari Al-Mukhonats yaitu yang kodratnya tidak seperti itu, bahkan dia berusaha berakhlak, bergerak, bertabiat dan berbicara seperti wanita dan juga berhias dengan cara wanita berhias. Maka ini adalah tercela yang telah datang hadits yang shohih tentang laknat (terhadapnya)” (Syarh Shohih Muslim (7/317) secara ringkas)

Dan sebagaimana dikatakan imam An-Nawawi bahwa lafadz Al- Mukhonats dilekatkan pada mereka , baik mereka melakukan perbuatan kotor (homoseksual) atau tidak, adapun pelaku homoseksual (liwath) dalam bahasa arab disebut dengan Luhti,yaitu dinisbahkan kepada perbuatan kaum nabi Luth alaihi salam yang memulai perbuatan menjijikkan itu untuk pertama kali. Begitu juga harus dibedakan antara Al-Mukhonats dengan Khuntsa, Khuntsa adalah insan yang memiliki dua alat kelamin ganda yang berbeda jenis, terkadang sejak lahir dan terkadang lahir dalam keadaan memiliki satu alat kelamin kemudian tumbuh yang kedua.

Jadi harus diketahui bahwa tidak setiap luthi (Homoseks) itu adalah Al-Mukhonats (Waria) karena sangat banyak sekali diantara mereka yang secara fisik seperti laki-laki normal yang gagah dan jantan akan tetapi ternyata seorang homoseksual, begitu juga sebaliknya kita tidak boleh mengatakan bahwa seluruh Al-Mukhonats adalah pelaku homoseks, karena untuk menuduh seseorang sebagai pelaku perbuatan tersebut dibutuhkan persaksian yang jelas. Adapun khuntsa insya Allah kita bahas di catatan-catatan berikutnya.

Kembali ke pembahasan Al-Mukhonats, dari penjelasan ulama diatas diketahui bahwa Al-Mukhonats ada dua jenis :

Pertama : Kodratnya sejak lahir,  seperti memiliki postur tubuh yang menyerupai wanita, lisan yang apabila berbicara menyerupai wanita dan lainnya.

Kedua : Dilahirkan dengan normal seperti laki-laki kemudian berusaha untuk berbicara, bergerak, bertabiat dan berhias seperti wanita.

Hukum keduanya ini pun akan berbeda, sebagaimana yang dijelaskan oleh para ulama. Jenis pertama tidak mendapat cela,ejekan, dosa dan hukuman karena ini adalah sesuatu yang merupakan kodratnya dari lahir dan wajib bagi dia untuk berusaha merubahnya semampu dia walaupun secara bertahap. Apabila dia tidak berusaha merubahnya bahkan senang dengannya maka dia berdosa, ditambah lagi apabila dia malah mengikuti kekurangan fisik tersebut dengan memakai pakaian wanita, berhias dengan hiasan wanita yang tidak terkait kodrat fisiknya maka dia sudah masuk ke jenis kedua.

Berkata Al-Hafidz : “Dan adapun tercelanya menyerupai cara bicara dan cara berjalan (wanita) adalah dikhususkan bagi yang bersengaja untuk melakukannya . Adapun yang keadaan itu merupakan asal penciptaannya (sejak lahir) maka dia diperintahkan berusaha untuk meninggalkannya dan menghilangkannya secara bertahap dan apabila dia tidak melakukannya dan berpaling dari usaha tersebut maka dia tercela apalagi tampak darinya apa yang menunjukkan bahwa dia ridho dengan keadaan seperti itu (Fathul bari’ , 10/332)

Beliau juga berkata terkait pendapat Al-Imam An- Nawawi : “Dan adapun pendapat yang memutlakkan seperti An-Nawawi  yang berpendapat bahwa Al-Mukhonats yang berasal dari kodrat (penciptaanya) tidak bisa ditimpakan kepadanya kesalahan maka pendapat ini dibawa kepada keadaan apabila dia tidak mampu untuk meninggalkan gaya wanita dan kekurangan pada gaya berjalan dan berbicaranya itu setelah dia berusaha untuk melakukan terapi pengobatan untuk meninggalkannya dan adapun apabila kapan saja dia mampu untuk meninggalkan hal itu walau bertahap kemudian dia meninggalkan usaha tersebut maka hal itu adalah dosa (kesalahan) (Fathul Bari’ , 10/332)

ANCAMAN DAN DOSA UNTUK Al-Mukhonats

Dan bagi Al-Mukhonats jenis kedua dan juga Al-Mukhonats jenis pertama yang kemudian digolongkan seperti jenis kedua karena tidak ada usaha merubahnya dan bahkan ridho dengannya maka termasuk dalam ancaman Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam :

Dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma , beliau berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

Artinya : “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari no. 5885)

Dari Abu Hurairah Radhiallahu anhu dia berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الرَّجُلَ يَلْبَسُ لِبْسَةَ الْمَرْأَةِ وَالْمَرْأَةَ تَلْبَسُ لِبْسَةَ الرَّجُلِ

Artinya : “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat laki-laki yang memakai pakaian wanita dan wanita yang memakai pakaian laki-laki.” (HR. Abu Daud No. 4098)

Dan makna laknat Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam terhadap satu golongan adalah doa beliau agar golongan tersebut ditolak dan dijauhkan dari Rahmat Allah Subhana Wa Ta’ala  (Al-Qoulul Mufied,1/427)

Dan rahmat Allah mencakup ampunan, hidayah, taufiq, rezeki, kesehatan dan lain-lain. Kita berlindung kepada Allah dari segala sebab yang menjauhkan rahmatnya.

 

HUKUMAN UNTUK Al-Mukhonats

Adapun hukuman bagi Al-Mukhonats adalah sebagaimana diperintahkan oleh Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam dalam hadits Abu Hurairoh Rhadiyallahu ‘anhu :

 أن النبي صلى الله عليه وسلم، أُتي بمخنث، قد خضب يديه ورجليه بالحناء، فقال النبي صلى الله عليه وسلم: ما بال هذا؟ فقيل: يا رسول الله يتشبه بالنساء، فأمر فنفي إلى النقيع، فقالوا: يا رسول الله ألا نقتله؟ فقال: إني نهيت عن قتل المصلين

“Sesungguhnya didatangkan kepada Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam seorang Al-Mukhonats, dan dia telah mewarnai tangan dan kakinya dengan hina’ (Pewarna alami untuk kuku,rambut atau kulit. Pent). Maka Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam berkata ; “Ada apa dengan orang ini ??” maka diakatakan pada beliau, Wahai Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam dia menyerupai wanita. Maka beliau memerintahkan (hukuman) dan kemudian orang tersebut diasingkan ke An-Naqie’. Maka para sahabat berkata : ” Wahai Rasulullah , Apakah tidak kita bunuh ??? maka beliau menjawab, ” Sesungguhnya aku dilarang untuk membunuh orang-orang yang sholat” (HR. Abu Dawud No. 4928 Dishohihkan oleh Al-Albani Rahimahullahu)

Dan An-Naqie’ adalah tempat sejauh perjalanan dua malam dari Kota Madinah (Aunul Ma’bud, Syarah Sunan Abi Dawud 13/276)

Berkata Ibnu Taimiyah : “Dan harus diyakini bahwa pengasingan tersebut mendatangkan kebaikan yang dituju, yaitu menjauhkan masyarakat dari kejelekannya, adapun apabila kita dapati diasingkannya dia ke suatu tempat malah menimbulkan masalah baru bagi manusia , maka cukuplah orang tersebut dikurung di satu tempat yang tidak ada orang lain di sana”

Beliau juga berkata: “Dan apabila ditakutkan dia keluar, maka dia diikat, karena sesungguhnya itulah makna pengasingannya dan dikeluarkannya dia dari manusia” (Majmu’ Al-Fatawa , 15/310)

Beliau juga menukil : “Dan termasuk dari hukuman yang datang sunnah dengannya dan juga Ahmad dan As-Syafi’I berpendapat dengannya adalah pengasingan Al-Mukhonats ” (Fatawa Kubro, 5/530)

Dan dia diasingkan atau dikurung sampai dia bertaubat, berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullahu :

“Dan pengasingan mutlak seperti  pengasingan Al-Mukhonats , maka dia diasingkan sampai dia bertaubat” (Minhajus Sunnah , 6/235)

Berkata Ibnul Qoyyim Rahimahullahu  : “Dan termasuk dari siasat syar’I yang dinashkan (dilafadzkan)  oleh Al-Imam Ahmad Rahimahullahu , beliau berkata dalam riwayat Al-Marwazi dan Ibnu Manshur : “Al-Mukhonats diasingkan dan dijauhi, karena sesungguhnya tidak timbul darinya kecuali kerusakan . Dan bagi Imam (pemimpin) untuk mengasingkannya ke negeri yang aman dari kerusakkan penduduknya, dan apabila ditakutkan sesuatu menimpanya maka (cukup) dikurung” (Bada’iul Fawaid, 3/694)

Imam Bukhori Rahimahullahu pun membuat Bab dalam kitab As-Shohihnya : Bab : Diasingkannya pelaku maksiat dan para waria. Kemudian beliau membawakan hadits Ibnu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma :

لَعَنَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – الْمُخَنَّثِينَ مِنَ الرِّجَالِ ، وَالْمُتَرَجِّلاَتِ مِنَ النِّسَاءِ ، وَقَالَ « أَخْرِجُوهُمْ مِنْ بُيُوتِكُمْ » . وَأَخْرَجَ فُلاَنًا ، وَأَخْرَجَ عُمَرُ فُلاَنًا

Artinya : Nabi shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki dan beliau berkata : “keluarkan mereka dari rumah-rumah kalian” dan beliau Shalallahu ‘alaihi wassallam mengeluarkan fulan dari rumah beliau dan umar mengeluarkan fulan . (HR. Bukhori No. 6834)

 

HUKUM-HUKUM YANG TERKAIT DENGAN Al-Mukhonats

Hukum Al-Mukhonats di depan wanita

Al-Mukhonats yang memiliki ketertarikan pada wanita, maka tidak ada perbedaan pendapat di kalangan ulama  tentang haramnya dia masuk kepada wanita dan memandang kepada mereka.

Adapun Al-Mukhonats yang berasal dari kodratnya dan tidak memiliki ketertarikan pada wanita maka ada dua pendapat :

Pertama : Al-Malikiyah, Al-Hanabilah, dan sebagian Al-Hanifiyah memberi keringanan kepada Al-Mukhonats  jenis ini untuk berada bersama wanita dan bolehnya dia memandang wanita. Berdalil pengecualian tentang golongan yang boleh memandang kepada wanita dalam Firman Allah :

التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ

Artinya : ” “Atau laki-laki yang mengikuti kalian yang tidak punya syahwat terhadap wanita.” (QS. An-Nur: 31)

Pendapat kedua :  As-Syafi’iyah dan kebanyakkan Al-Hanafiyah berpendapat bahwa Al-Mukhonats yang tidak memiliki ketertarikan pada wanita tidak boleh masuk kepada wanita dan memandang kepada mereka. Berdalil dengan hadits Ummu salamh Rhadiyallahu ‘anha:

 أن النبي صلى الله عليه وسلم دخل عليها وعندها مخنث وهو يقول لعبد الله أخيها إن يفتح الله الطائف غدا دللتك على امرأة تقبل بأربع وتدبر بثمان فقال النبي صلى الله عليه وسلم أخرجوهم من بيوتكم

Artinya : Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam masuk ke rumahku sementara di sisiku ada seorang mukhannats. Aku mendengar mukhannats itu berkata kepada Abdullah bin Abi Umayyah (saudara laki-laki Ummu Salamah, pen.): “Wahai Abdullah! Jika besok Allah membukakan/ memenangkan Thaif untuk kalian, maka hendaklah engkau berupaya dengan sungguh-sungguh untuk mendapatkan putri Ghailan, karena dia menghadap dengan empat dan membelakangi dengan delapan”. Ucapannya yang demikian didengar oleh Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam , maka beliau pun menetapkan:“Mereka (mukhannats) itu sama sekali tidak boleh masuk menemui kalian lagi.” (HR. Al-Bukhari no. 4324 dan Muslim no. 21807)     

 Makna kalimat : “ menghadap dengan empat dan membelakangi dengan delapan ” ini adalah penyifatan fisik wanita yang disukai pada saat itu yaitu lekukan itu sampai ke pinggangnya, pada masing-masing sisi (pinggang) empat sehingga dari belakang terlihat seperti delapan.

Dan pendapat yang kedua lebih kuat, silahkan lihat pembahasan lebih rinci disini.

Wanita menikah dengan Al-Mukhonats

Tidak boleh seorang wanita menikah dengan Al-Mukhonats sampai dia bertaubat, apalagi Al-Mukhonats tersebut seorang pelaku homoseksual. Karena tergabung padanya dua laknat , laknat pelaku homoseksual dan laknat karena dia menyerupai wanita. (lihat Majmu’ Al-fatawa 15/321)

Rasulullah Shalallahu Alaihi Wassallam bersabda :

عَنَ اللهُ من عمِلَ عَمَلَ قومِ لُوطٍ ،لعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قوْمِ لوطٍ ، لعَنَ اللهُ مَنْ عَمِلَ عَمَلَ قومِ لوطٍ

Artinya : ‘Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth, Allah melaknat orang yang melakukan perbuatan kaum Luth’” (HR Ahmad dan selainnya dari Ibnu Abbas Rhadiyallahu ‘anhuma, As-Shohihah No. 3462).

Dan juga dari Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma , beliau berkata:

لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنْ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنْ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

 “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan wanita yang meyerupai laki-laki.” (HR. Al-Bukhari No. 5885)

Sholat dibelakang Al-Mukhonats

Berkata Az-Zubaidi, berkata Az-Zuhri : “Kami tidak berpendapat bolehnya sholat dibelakang (menjadi ma’mum) Al-Mukhonats  kecuali dalam perkara darurat yang tidak bisa dihindari” (Bukhori No. 659)

Salam kepada Al-Mukhonats

Berkata Abu Dawud Rahimahullahu : Aku bertanya kepada Imam Ahmad Rahimahullahu : ” Apakah boleh (aku) mengucapkan salam kepada Al-Mukhonats  ??”  beliau menjawab ? : “Aku tidak tahu, As-Salam adalah salah satu nama dari nama-nama Allah Azza wa jalla”

Berkata Ibnu Taimiyah :  “Maka sungguh beliau telah Tawaqquf (tidak memberi keputusan) dalam perkara salam terhadap Al-Mukhonats “ (Al-Mustadrok ala Majmu’ul Fatawa, 3/211)

Menjadikan Al-Mukhonats pemimpin

Berkata Ibnu Taimiyah Rahimahullahu : “Maka yang mengagungkan Al-Mukhonats dari kalangan laki-laki dan menjadikan untuk mereka kepemimpinan dan memegang urusan maka hal tersebut adalah haram.” (Al-Istiqomah, 1/321)

Persaksian Al-Mukhonats

Dan juga dinukil dari pendapat madzhab Al-Hanafiyah yaitu tidak diterimanya persaksian Al-Mukhonats karena termasuk dari orang fasiq  (Al-Bahru Ro’iq, Hafidzuddin An-Nasafi 7/84)

Wallahu A’lam

Sumber Catatan :

1. Majmu Al-fatawa

Kamis, 02 Februari 2012

MEMAKAI SEPATU HAK TINGGI

Syaikh bin baaz rahimahullah ditanya:

"Apa hukum islam memakai sepatu berhak tinggi?"

 

Beliau menjawab :

 

"Minimal hukumnya makruh disebabkan beberapa hal:

 

1. Mengelabui orang dimana wanita tersebut terlihat tinggi padahal hakekatnya tidak demikian

2. Dikhawatirkan wanita tersebut dapat terjatuh

3. Memudaratkan kesehatan seseorang sebagaimana yang telah ditetapkan oleh para dokter.

 

(al-jami' lifatawa almar'ah almuslimah: 568)