Sesungguhnya agama Islam dengan aqidah, ibadah, hukum dan seluruh syariatnya adalah aturan yang telah sempurna, tidak butuh kepada yang selainnya. Karena itu, seorang muslim haruslah menjadikan agama ini sebagai satu-satunya rujukan. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku dan telah Ku-ridhai Islam jadi agama bagimu.” (Al-Maidah: 3)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَى شَرِيعَةٍ مِنَ الأَمْرِ فَاتَّبِعْهَا وَلاَ تَتَّبِعْ أَهْوَاءَ الَّذِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
“Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama) itu. Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.” (Al-Jatsiyah: 18)
Islam dengan seluruh syariatnya telah terproteksi dari segala bentuk kebatilan, kesesatan, kekufuran, kesyirikan, dan kerusakan lainnya. Islam dengan seluruh syariatnya datang penolakan yang tegas terhadap seluruh ideologi yang bertolak belakang dan yang bukan berasal darinya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الإِسْلاَمُ
“Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali ‘Imran: 19)
Ibnu Katsir rahimahullah berkata: “(Ini adalah) pemberitaan dari Allah bahwa tidak ada din yang akan diterima di sisi-Nya dari seorang pun selain Islam.” (Tafsir Al-Qur’anul ‘Azhim, 1/389)
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الإِسْلاَمِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) darinya dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali ‘Imran: 85)
Yakni barangsiapa yang menempuh jalan selain apa yang telah Allah syariatkan, maka Dia tidak akan pernah menerimanya. (Tafsir Al-Qur’anul ‘Azhim, 1/410)
Islam adalah din yang diwajibkan bagi seluruh manusia. Adanya umat-umat yang kafir terhadap dinul Islam tidaklah berarti Islam tidak diwajibkan atas mereka. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah diperintahkan untuk memerangi manusia sampai mereka beriman kepada Allah. Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda: “Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang berhak diibadahi dengan benar) kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, dan menunaikan zakat. Jika mereka telah melakukan itu semua, maka mereka terjaga dariku darah dan hartanya kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka atas Allah.” (HR. Al-Bukhari, Muslim dari Ibnu ‘Umar. Lihat Raf’ul Litsam, hal. 80)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قَاتِلُوا الَّذِينَ لاَ يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلاَ بِالْيَوْمِ الآخِرِ وَلاَ يُحَرِّمُونَ مَا حَرَّمَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَلاَ يَدِينُونَ دِينَ الْحَقِّ مِنَ الَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ حَتَّى يُعْطُوا الْجِزْيَةَ عَنْ يَدٍ وَهُمْ صَاغِرُونَ
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemudian, dan mereka tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang diberi Al-Kitab kepada mereka, sampai mereka membayar jizyah dengan patuh sedangkan mereka dalam keadaan tunduk.” (At-Taubah: 29)
Para pembaca, semua ini menunjukkan tentang batilnya seruan-seruan yang mencoba untuk mengaburkan kemuliaan Islam dan melenyapkan cahaya ketinggiannya, seperti pendekatan agama Islam dengan agama-agama lain dengan mencari titik kesamaan dan melupakan perbedaan-perbedaannya. Menyerukan bahwa semua agama sama dan semua manusia mendapatkan kebebasan beragama. Padahal Allah Subhanahu wa Ta'ala mengingkari siapa saja yang menghendaki agama selain agama yang telah Allah turunkan dengannya Al-Kitab dan yang Allah utus dengannya para rasul. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
أَفَغَيْرَ دِينِ اللَّهِ يَبْغُونَ وَلَهُ أَسْلَمَ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ طَوْعًا وَكَرْهًا وَإِلَيْهِ يُرْجَعُونَ
“Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama Allah, padahal kepada-Nyalah berserah diri segala apa yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa dan hanya kepada Allah-lah mereka dikembalikan.” (Ali ‘Imran: 83)
Allah Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
وَلِلَّهِ الْعِزَّةُ وَلِرَسُولِهِ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَلَكِنَّ الْمُنَافِقِينَ لاَ يَعْلَمُونَ
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafiq itu tiada mengetahui.” (Al-Munafiqun: 8)
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Muhammad ada di tangan-Nya, tidak ada seorang pun dari umat ini Yahudi ataupun Nashrani yang mendengar tentang aku kemudian mati dan tidak beriman dengan apa yang aku telah diutus dengannya, kecuali dia tergolong dari penghuni neraka.” (HR. Muslim, 2/186 dari Abu Hurairah radhiallahu 'anhu)
Sejarah Munculnya Seruan Penyatuan Agama
Penyatuan agama atau yang populer disebut dengan “Teologi Pluralis” –yaitu menyatukan antara Islam dengan agama-agama lainnya seperti Yahudi dan Nashrani dan seluruh ajaran-ajaran menyimpang lainnya– adalah makar terbesar terhadap Islam dan muslimin, di mana seluruh musuh-musuh Islam berserikat dalam satu kalimat: “benci Islam dan muslimin.”
Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menerangkan dalam kitab-Nya bahwa Yahudi dan Nashrani tengah bekerja keras untuk menyesatkan kaum muslimin dari keislamannya dan mengembalikan mereka kepada kekufuran serta mengajak kaum muslimin untuk menjadi Yahudi atau Nashrani. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ لَوْ يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيْمَانِكُمْ كُفَّارًا حَسَدًا مِنْ عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ الْحَقُّ فَاعْفُوا وَاصْفَحُوا حَتَّى يَأْتِيَ اللَّهُ بِأَمْرِهِ إِنَّ اللَّهَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ
“Sebagian besar ahli kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekufuran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran. Maka maafkanlah dan biarkanlah mereka, sampai Allah mendatangkan perintah-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Al-Baqarah: 109)
وَقَالُوْا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلاَّ مَنْ كَانَ هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوْا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِيْنَ
“Dan mereka (Yahudi dan Nashrani) berkata: ‘Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nashrani.’ Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: ‘Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”(Al-Baqarah: 111)
وَقَالُوْا كُوْنُوْا هُوْدًا أَوْ نَصَارَى تَهْتَدُوْا قُلْ بَلْ مِلَّةَ إِبْرَاهِيْمَ حَنِيْفًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ
“Dan mereka berkata: Hendaklah kamu menjadi penganut agama Yahudi atau Nashrani, niscaya kamu mendapat petunjuk. Katakanlah: Tidak, bahkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus. Dan dia (Ibrahim) bukanlah termasuk dari golongan orang musyrik.” (Al-Baqarah: 135)
Maka seruan ini sebenarnya telah ada pada masa Nabi, meski ambisi untuk itu teredam hingga berakhirnya periode generasi terbaik.
Kemudian setelah itu, mereka muncul kembali dengan membuat slogan baru, menipu orang-orang bodoh. Slogan mereka yaitu bahwa agama-agama seperti Yahudi, Nashrani, dan Islam, ibaratnya seperti keberadaan empat madzhab fiqih di tengah-tengah kaum muslimin, semua jalan pada hakekatnya menuju Allah. Slogan ini ternyata disambut baik oleh kelompok wihdatul wujud, Al-Ittihadiyyah, Al-Hululiyyah, dan yang menisbatkan diri mereka kepada Islam dari kalangan mulhid ahli tasawwuf di Mesir, di Syam, Persia dan negara-negara besar di selain jazirah Arab.
Demikian pula seruan dan slogan ini disambut baik oleh kelompok ekstrim Rafidhah dan yang lainnya, sampai-sampai sebagian mereka ada yang membolehkan untuk menjadi seorang Yahudi atau Nashrani. Bahkan ada pula di antara mereka yang cenderung lebih mengunggulkan agama Yahudi dan Nashrani daripada Islam. Hal ini tersebar pada sebagian mereka yang telah banyak terpengaruh filsafat.
Pada pertengahan pertama abad empat belas hijriyah, mulailah seruan penyatuan agama itu dikumandangkan, setelah sekian lama mengakar di dada para penyokongnya yang menampakkan keislaman namun menyembunyikan kekufuran dan kesesatan. Lahirlah gerakan sebuah organisasi yang disebut dengan Freemasonry, yakni sebuah organisasi Yahudi yang mengusung slogan Liberty, Egality, dan Fraternity (kebebasan, persamaan, dan persaudaraan), dan mempropagandakan persaudaraan universal tanpa memandang etnis, bangsa, dan agama. Organisasi itu muncul di bawah “baju” seruan penyatuan tiga agama (Yahudi, Nashrani, dan Islam), mengikis belenggu “fanatik” dengan menyamakan keimanan kepada Allah, maka semuanya adalah mukmin. Tercatat sebagai orang yang ikut terlibat menyebarkan seruan ini adalah Jamaluddin bin Shafdar Al-Afghani pada tahun 1314 H di Turki dan juga diikuti oleh muridnya yang sangat gigih di dalam menyuarakan seruan ini yaitu Muhammad ‘Abduh bin Hasan At-Turkumani pada tahun 1323 H di Iskandariyah (Mesir). (Shahwatur Rajulil Maridh, hal. 340, Jamaluddin Al-Afghani fil Mizan, diambil dari Al-Ibthal linazhariyatil Khalath baina Dinil Islam wa Ghairihi minal Adyan, hal. 6)
Sejak permulaan abad ke-14 H itulah hingga sekarang di bawah naungan “undang-undang dunia baru”, orang-orang Yahudi dan Nashrani terus terang-terangan dalam menyuarakan penyatuan agama baik di kalangan mereka sendiri maupun di tengah-tengah kaum muslimin dengan menyelenggarakan seminar-seminar, pertemuan-pertemuan ataupun dialog terbuka antar agama dan lain sebagainya. Maka muncullah sejumlah nama dan slogan-slogan seperti “pendekatan antar agama”, “menghapus fanatik beragama”, “persaudaraan Islam-Kristen”, “penyatuan agama”, “kesatuan agama Tuhan”, “agama-agama dunia”, atau dengan menghilangkan kata agama, seperti kebebasan, persaudaraan, kesamaan atau keselamatan, kasih sayang dan kemanusiaan, dan seterusnya... (Al-Ibthal linazhariyatil Khalath baina Dinil Islam wa Ghairihi minal Adyan, hal. 7)
Para pembaca, demikianlah seruan syaithaniyyah ini terus digulirkan dari masa ke masa. Meskipun berbeda-beda dan berganti-ganti nama serta slogan, namun tujuannya sama, yaitu menghendaki agar kaum muslimin murtad dari agamanya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَلاَ يَزَالُوْنَ يُقَاتِلُوْنَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوْكُمْ عَنْ دِيْنِكُمْ إِنِ اسْتَطَاعُوْا وَمَنْ يَرْتَدِدْ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرٌ فَأُوْلَئِكَ حَبِطَتْ أَعْمَالُهُمْ فِي الدُّنْيَا وَْالآخِرَةِ وَأُولَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيْهَا خَالِدُوْنَ
“Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran) seandainya mereka sanggup. Barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Al-Baqarah: 217)
مَا يَوَدُّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ وَلاَ الْمُشْرِكِيْنَ أَنْ يُنَزَّلَ عَلَيْكُمْ مِنْ خَيْرٍ مِنْ رَبِّكُمْ
“Orang-orang kafir dari ahli kitab dan orang-orang musyrik tiada menginginkan diturunkannya suatu kebaikan kepadamu dari Tuhanmu.” (Al-Baqarah: 105)
وَدُّوْا لَوْ تَكْفُرُوْنَ كَمَا كَفَرُوْا فَتَكُوْنُوْنَ سَوَاءً
“Mereka ingin supaya kamu menjadi kafir sebagaimana mereka telah menjadi kafir, lalu kamu menjadi sama (dengan mereka).” (An-Nisa: 89)
إِنَّ الْكَافِرِيْنَ كَانُوْا لَكُمْ عَدُوًّا مُبِيْنًا
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (An-Nisa: 101)
Bahaya Penyatuan Agama
Penyatuan agama dengan segala bentuknya adalah musibah paling besar yang menimpa kaum muslimin dewasa ini. Ini adalah kekufuran nomor wahid: memandang sama antara Islam dan kafir, hak dan batil, hidayah dan kesesatan, kebaikan dan kemungkaran, sunnah dan bid’ah, serta ketaatan dan kemaksiatan. Sementara Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
أَفَمَنْ كَانَ عَلَى بَيِّنَةٍ مِنْ رَبِّهِ وَيَتْلُوْهُ شَاهِدٌ مِنْهُ وَمِنْ قَبْلِهِ كِتَابُ مُوْسَى إِمَامًا وَرَحْمَةً أُولَئِكَ يُؤْمِنُوْنَ بِهِ وَمَنْ يَكْفُرْ بِهِ مِنَ اْلأَحْزَابِ فَالنَّارُ مَوْعِدُهُ
“Apakah (orang-orang kafir itu sama dengan) orang-orang yang mempunyai bukti yang nyata (Al Qur’an) dari Tuhannya, dan diikuti pula oleh seorang saksi (Muhammad) dari Allah dan sebelum Al Qur’an itu telah ada kitab Musa yang menjadi pedoman dan rahmat? Mereka itu beriman kepada Al Qur’an. Dan barangsiapa di antara mereka (orang-orang Quraisy) dan sekutu-sekutunya yang kafir kepada Al Qur’an, maka nerakalah tempat yang diancamkan baginya.(Hud: 17)
وَقَالَتِ الْيَهُوْدُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيْحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُوْنَ قَوْلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُوْنَ. اتَّخَذُوْا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُوْنِ اللَّهِ وَالْمَسِيْحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوْا إِلاَّ لِيَعْبُدُوْا إِلَهًا وَاحِدًا لاَ إِلَهَ إِلاَّ هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
Orang-orang Yahudi berkata: ‘Uzair itu putera Allah’, dan orang Nashrani berkata: ‘Al-Masih itu putera Allah’. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Allah melaknati mereka. Bagaimana mereka sampai berpaling? Mereka menjadikan orang-orang alim mereka, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al-Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (At-Taubah: 30-31)
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِيْ إِبْرَاهِيْمَ وَالَّذِيْنَ مَعَهُ إِذْ قَالُوْا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَآءُ مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةُ وَالْبَغْضَاءُ أَبَدًا حَتَّى تُؤْمِنُوْا بِاللَّهِ وَحْدَهُ
“Sesungguhnya telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengan dia; ketika mereka berkata kepada kaum mereka: “Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu sembah selain Allah, kami ingkari (kekafiran) mu dan telah nyata permusuhan dan kebencian antara kami dan kamu, untuk selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja.” (Al-Mumtahanah: 4)
Dampak Teologi Pluralis bagi Kaum Muslimin
Dampak teologi pluralis ini sangatlah berbahaya bagi kaum muslimin baik terhadap agama maupun dunianya. Di antara bahaya-bahayanya adalah:
Pertama: membuat kekacauan atas Islam, meresahkan kaum muslimin dan menciptakan gelombang syubhat dan syahwat dengan tujuan agar kaum muslimin hidup di antara jiwa yang sadar dan tidak.
Kedua: memasukkan rumusan, teori-teori ke dalam Islam yang bertujuan menghujat Islam dan melemahkannya, merendahkan muslimin serta melepaskan keimanan dari hati mereka.
Ketiga: memudarkan ikatan persaudaraan Islam di seluruh penjuru dunia dengan tujuan memperkokoh persaudaraan dengan Yahudi dan Nashrani.
Keempat: membungkam lisan dan pena kaum muslimin dari mengkafirkan Yahudi dan Nashrani dan selain mereka yang telah dikafirkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
Kelima: menggugurkan hukum-hukum Islam yang wajib ditegakkan terhadap orang Yahudi, Nashrani, dan agama-agama lain yang tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
Keenam: meninggalkan jihad yang merupakan puncak ketinggian Islam dan menghilangkan wajibnya jizyah (semacam pajak) kepada orang-orang kafir yang tidak mau masuk Islam.
Ketujuh: meruntuhkan kaidah Islam al-wala wal-bara, cinta dan benci karena Allah, yang mengakibatkan hancurnya sekat bara’ah (berlepas diri) kaum muslimin dari orang-orang kafir, mendekatkan loyalitas kepada orang-orang kafir, mencintai dan berteman dengan mereka.
Kedelapan: mengubur pemikiran ‘permusuhan karena agama’ di bawah baju ‘Teologi Pluralis’ dan menghapuskan dunia Islam dari agamanya serta membuang syariat Islam (Al Qur’an dan As Sunnah) dari kehidupan.
Kesembilan: menjatuhkan ketinggian dan kelebihan Islam , menjadikan kedudukan Islam -yang terpelihara dari penyelewengan dan perubahan- sama dengan semua ajaran dan agama yang dipenuhi penyimpangan dan telah dihapus oleh Allah.
Kesepuluh: mengembangkan sayap kekufuran Yahudi, Nashrani, dan komunis ke seluruh penjuru dunia. (Al-Ibthal linazhariyatil Khalath baina Dinil Islam wa Ghairihi minal Adyan, hal. 12-14)
Oleh karena itu, seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai Rabbnya, Islam sebagai agamanya, dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam sebagai Rasulnya, tidak boleh menyambut seruan ini, tidak boleh pula terlibat dalam perkumpulan-perkumpulannya atau seminar-seminarnya. Bahkan harus menolaknya, memperingatkan dari bahayanya, mencelanya dan mengusirnya dari lingkungan-lingkungan muslimin. Sebab seruan ini adalah seruan yang bid’ah, sesat, dan kufur, mengajak untuk murtad secara sempurna dari Islam, bertolak belakang dengan prinsip-prinsip aqidah, melanggar kehormatan para rasul dan risalahnya, menolak kebenaran Al Qur’an, menolak bahwa Islam sebagai penghapus syariat-syariat sebelumnya. Seruan ini adalah seruan yang tertolak secara syariat, diharamkan secara pasti dengan seluruh dalil-dalil dari Al-Kitab dan As Sunnah serta ijma’ (kesepakatan ulama). Oleh karena itu, bila seruan ini muncul dari seorang muslim, maka ini adalah kemurtadan yang nampak dan kekufuran yang terang-terangan.” (Al-Ibthal li nazhariyatil Khalath, hal. 15)
Mengingat bahayanya seruan ini terhadap Islam dan muslimin, maka para ulama dari Al-Lajnah Ad-Daimah lil Ifta yang diketuai ketika itu oleh Asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah mengeluarkan fatwa yang berkenaan dengan hal tersebut. Inilah (terjemahan) naskah fatwanya:
“Sesungguhnya seruan kepada penyatuan agama, jika dilakukan oleh seorang muslim maka hal itu berarti kemurtadan yang nyata dari Islam, karena bertentangan dengan prinsip-prinsip aqidah, meridhai kekufuran kepada Allah, menolak kebenaran Al Qur’an dan menolak fungsinya sebagai penghapus seluruh kitab sebelumnya, dan menolak Islam sebagai penghapus seluruh syariat dan agama sebelumnya. Berdasarkan hal itu, maka pemikiran tersebut tertolak secara syariat, dan haram secara pasti dengan seluruh dalil-dalil syar’i dari Al Qur’an, As Sunnah, dan ijma’.” (Raf’ul Litsam, hal. 76)
Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar